dunia kecil di belantara maya
ada di sudut kelokan jalan
dekat dapur peradaban

/depan
/indeks fragmen

/link
/isisitus

DI KAFE BLUES

DEMI janji kepada seorang kawan lama, ia terobos dingin di malam itu. Pergi ke kafe sendirian, pada Jumat malam tepat jam sembilan. Akhirnya setelah sekian lama, ia kembali ke kafe itu, yang setiap dindingnya menerakan kejayaan musik blues. Di salah satu dinding, kau bisa baca tulisan "...and in the seventh days, God creates Blues." Astaga, bahkan Tuhan pun menikmati blues! 

Ia ingat di kali terakhir pergi ke kafe itu, ia harus bercerita tentang sejarah musik blues. Kapan itu? Sudah, lama sekali. Tapi ia masih ingat betul saat ia bicara pada mereka-mereka yang haus akan sejarah blues. Biasanya selepas menyanyi atau di waktu-waktu luang, ia luangkan untuk menerangkan. Ia sangat suka diskusi kecil seperti itu.

Misalnya, kejadian minggu lalu. Kala itu berkumpul sejumlah anak muda yang ingin mendapat penjelasan tentang musik blues. "Menurut Joseph Machlis, musik blues adalah bentuk lain dari musik pribumi Amerika, tanpa kaitan langsung dengan para pendahulu yang kita kenal di Eropa atau Afrika. Ini merupakan jenis yang khusus dan secara keseluruhan berbeda dengan kedua tradisi asalnya," jelasnya. 

Tapi tiba-tiba, seorang gadis berbaju merah bertanya heran, "Lho, itu kan musiknya buruh-buruh perkebunan. Oom sendiri yang bilang kalau mereka datang dari Afrika untuk diperbudak di Virginia."

"Ya, itu benar sekali Nona. Pendapat Joseph itu pernah dikritik Alan Lomax. Ia ini pernah mencoba mengajukan beberapa contoh lagu yang mirip-mirip dengan yang ada di Afrika Barat Laut, khususnya yang ada pada suku Wolof dan Watusi. Ini berarti akar musik 'blues' masih dapat diperdebatkan. Kita bisa berbeda pendapat tentang ini, Nona, tapi kita bisa bersepakat bahwa musik blues berakar dari tradisi oral yang ada di tahun 1860-an," ulasnya lancar.

"Tapi, Bung, istilah 'blues' sendiri datang darimana?" tanya seorang anak muda.

"Ah, ya. Istilah ini dikaitkan dengan gagasan melankolis atau depresi sejak era Elizabeth. Kalau tidak salah, istilah ini muncul pertama-tama dari tangan seorang penulis Amerika yang bernama Washington Irving. Kalau tak salah, itu di tahun 1807." 

Lalu diskusi menjadi semakin hangat mengiringi malam yang terus beranjak gelap. Tapi hingar-bingar kafe itu terus terdengar. Gelas-gelas bir kosong jadi saksi sebuah obrolan canggihnya dengan para pengunjung yang lain.

***

Lalu, pintu kafe itu kian dekat. Sedepa di hadapan hingga akhirnya manakala pintu kafe itu terbuka, ia tak hanya diterpa blues yang sayup, tapi dihadapkan pada sesuatu yang mengejutkan. Bahwa di kafe blues, pada Jumat malam tepat jam sembilan, ia bertemu kekasih lamanya. Ia seperti tersengat kepahitan yang hendak ia hindari. 

"Ah, cinta lama, mengapa harus kujumpai kau?" cenungnya dengan sedih. Bir hitam yang terasa pahit itu tak sanggup mengusir dukanya. Apakah ia akan selalu jatuh cinta pada kekasih lamanya? Padahal hubungannya sudah lama berakhir dan kini tinggal kenangan semata. "Ah, cinta lama," keluhnya, "kau hilir-mudik di buritan hatiku. Tak bisakah kau tinggalkan aku?" Sementara blues yang sayup itu merintihkan suara Gary B.B. Coleman baginya. 

- The sky is cryin'
Can you see the tears go down the street
I've been looking for my baby
And I wonder what can she do -

Lagu ciptaan Elmore James, "The Sky Is Cryin'", itu mengalun pelan. Mengantarkan pada sebuah episode cinta di masa lalu, saat tawa dan canda mengisi hari-harinya. Kisahan yang teramat indah dan seolah tak akan pernah berakhir. Cerita yang tak mengenal kata perpisahan. Percintaan yang ultim, tulus, dan tak mengenal lelah. Namun kenyataan bicara lain, karena cinta itu tandas sudah di suatu hari. 

- I've got real bad feeling
My baby don't love me no more
Yeah, the sky is cryin'
Can you see the tears go down the road -

Di kafe itu, ia menangis. Kegetiran yang ia rasakan di kerongkongan menyekatnya. Kata orang, realita memang menyakitkan, tapi baginya bukan saja menyakitkan tetapi memburamkan harapan. Ia tahu, tangisannya mengundang tanya dan cemoohan. Apalagi di kafe itu, orang lalu-lalang dengan dunianya. Tapi apa lacur, ia tengah ingin bersedih. Kesedihan yang dipicu oleh sebuah perjumpaan dengan cinta lama. Kesedihan yang tak mudah dihapuskan. Barangkali ia masih cinta pada gadis itu, tapi ia terlalu takut untuk mencoba menjalin cinta kembali. Mungkin itu sebabnya ia menangis.

Iring-iringan band masih menggulirkan lagu-lagu lain. Tapi di sudut kafe blues itu, ia masih meringkuk dalam pedih. Ketika malam kian larut, satu-dua tamu mulai pulang. Laki-laki yang tadi menangis itu mencoba berdiri. Diusap matanya yang sembab dan pulang. "Malam jahanam!" pekiknya. Kawan lamanya tak jadi datang.

Jakarta, 2001

 

Kreasi ini dilindungi oleh kesetiaan dan ketekunan, 
jadi mohon hargailah dengan layak dan sepantasnya.
Permohonan atas salinan puisi bisa disalurkan lewat email.
Amang's World - 2001-2003