dunia kecil di belantara maya
ada di sudut kelokan jalan
dekat dapur peradaban

/depan
/indeks fragmen

/link
/isisitus

BLUE NOTES

BURUNG-BURUNG gereja yang kau sebut sebagai malaikat-malaikat kecil itu bermain-main di dekat pohon belimbingku. Bercelotehlah mereka tentang pagi yang cerah, lalu terbang kesana-kemari dengan lincah sambil sesekali melirik ke arahku. Kelihatannya mereka tahu, kalau sejak tadi aku memperhatikan mereka. Mereka seperti tahu kalau aku ingin tahu apa saja yang mereka celotehkan di sepanjang pagi ini.

Kupikir malaikat-malaikat kecilmu itu laksana gugusan ide-ide yang hilir-mudik dengan rumit di kepalaku. Namun malaikat-malaikat kecilmu itu terlihat lebih bahagia daripada aku sendiri. Entah mengapa kurasakan aliran kesedihan mengalir lebih deras di kepalaku daripada keriaan hati yang terpancar dari tingkah mereka. Barangkali benar katamu, aku terlalu banyak berdiam di dalam kamar dan hampir melupakan keindahan pagi.

Celotehan malaikat-malaikat kecilmu itu juga mengingatkanku akan pagi yang kita punya lima tahun lalu. Di pagi itu, bukankah kita juga pernah berceloteh tentang kehidupan kita dan masa depan? Tentang perkara-perkara kecil di rumah, tentang seekor anjing yang baru saja kubeli untuk rumah kita, tentang tetangga kita yang introvert, tentang politisi gadungan yang masuk ke partai politik besar, tentang rumah kayu yang jadi dambaan kita, dan tentang semua perkara yang bisa habis kita kupas meski kita tak pernah beranjak turun dari peraduan selagi kita berbicara dan terus berbicara saling berpelukan, berpegangan tangan sambil sesekali bercumbu.

Lalu, kau ceritakan kepadaku tentang burung-burung gereja ini. Katamu, kau ingin nanti terlahir kembali menjadi mereka, menjadi malaikat-malaikat kecil yang berceloteh di pagi yang cerah di jendela kamarku dan menghiburku, karena kau benci melihatku yang selalu murung. Kau katakan lagi kemurunganku seumpama dinding yang mencegah kemewahan sinar pagi. Kemudian kau rayu aku, kau katakan diriku adalah nyanyian pagi. Aku tersenyum. Aku bahagia telah memilikimu.

You are the music
when I forget to sing
You are the words of love
to the melody of spring...


Kau kutip nyanyian Edgar Winter, penyanyi blues berkulit pucat yang kau kagumi itu.

... 'cause you are my song 1

Oh, aku sungguh mencintaimu. Sungguh.

Pelukmu yang hangat itu masih saja kurasakan di pagi ini dan setiap kali malaikat-malaikat kecilmu menatapku, aku rindu akan dirimu sama seperti setiap kali kudengar lagu cintamu, "Sweet Little Angel". Kuharap kau masih memainkan lagu itu meski kita telah lama tak saling jumpa, meski tak urung aku selalu berharap bisa menjumpaimu di kelokan jalan tempat kita terakhir kali menyatakan perpisahan.

Tak ada airmata mengalir saat kita berpisah. Karena katamu, kisah cinta dan hidup kita itu seperti nada-nada blues. Kisah cinta dan hidup kita itu bukanlah perkara struktur, atau sesuatu yang sumbang, atau susunan kunci nada, ataulah filosofi. Kisah cinta dan hidup kita itu seumpama musik blues. Kisah cinta dan hidup kita itu terbangun dari rangkaian melodi yang harmonis dengan nada-nada yang mengalir bebas. Ia tidak dinyanyikan mengikuti gagasan orang-orang tentang patokan yang kaku, tetapi mengikuti gagasan akan patokan-patokan yang dibengkokkan secara luwes dan dipengaruhi oleh karakter dan emosi yang ada. Jadi tegasmu lagi, perpisahan kita itu menjadi tak terelakkan. __Omongkosong!

Memang kuakui, aku tak tahu banyak tentang blues atau apapun yang kau lakukan setiap malam Sabtu dengan kawan-kawanmu itu. Aku tak terlalu peduli dengan karakter yang menjadi ciri-ciri blues. Aku tak tahu siapa Tanner, Machlis ataupun Salzman. 2 Meski katamu, Tanner itu satu dari sekian peneliti blues yang mengemukakan bahwa nada-nada blues tidak digali dari skala pentatonik musik-musik Afrika Barat karena nada-nada ketiga atau ketujuh ataupun variasinya tidak mengambil pola-pola yang ada. Musisi blues mencari nada-nada yang mendekati, yang berada di tengah-tengah antara nada minor dan mayor ketiga, kelima atau ketujuh, yang kemudian disebut "blue tonality". __Ah, mana aku peduli! Lalu kuhempaskan pintu di hadapanmu karena aku muak dengan omong kosongmu dan kita berpisah sekian lama.

Adalah waktu yang akhirnya menyadarkanku. Perlahan-lahan aku mulai paham mengapa kau katakan semua omong kosong itu. Semua perkara tentang persamaan antara kisah hidup kita dan musik blues itu mulai kurasakan benar adanya. Keduanya mengalir bebas seperti nada-nada blues dan takdir seperti halnya "blues scale" yang menempatkan nada ketiga, ketujuh, dan kadang-kadang kelima yang diturunkan setengah nada untuk memproduksi nada minor sehingga muncul beragam nuansa melodi dan ritme yang tak menuruti penulisan notasi konvensional. Namun itu tak berarti musik blues terkesan seperti lagu-lagu berbasis tangga nada minor. Tak melulu berisikan kesan yang muram ataupun gelap. Bukankah ini memang sama dengan kehidupan itu sendiri?

Di rimbunan pohon belimbing, malaikat-malaikat kecilmu berteduh sambil sesekali mencuri pandang ke arahku. Benar katamu, mereka selalu hadir di jendela, berceloteh tentang pagi yang cerah dan menghiburku. Kurasa juga benar adanya bahwa kemurunganku ini seperti awan hitam yang memenuhi langit-langit kamar; bahwa kemurunganku ini seperti mencegah keceriaan pagi yang malu-malu hendak menyelinap masuk. Lalu aku bangkit, membuka jendela kamar, dan kicau celotehan malaikat-malaikat kecilmu terdengar seperti nyanyianmu kepadaku.

I've got a little angel
I love the way she spread the wings
3

Jakarta, 5 Mei 2003

1. Kutipan lagu "You are My Song" yang dinyanyikan Edgar Winter.
2. Joseph Machlis, Tanner dan Salzman diakui sebagai 'bluesologis' -sebutan untuk ahli sejarah dan perkembangan musik blues. Karya-karya penelitian mereka dijadikan acuan untuk menjelaskan sejarah musik blues di dunia.
3. "Sweet Little Angel" dipopulerkan oleh B.B. King.

Kreasi ini dilindungi oleh kesetiaan dan ketekunan, 
jadi mohon hargailah dengan layak dan sepantasnya.
Permohonan atas salinan puisi bisa disalurkan lewat email.
Amang's World @ 2003