dunia kecil di belantara maya
ada di sudut kelokan jalan
dekat dapur peradaban

/depan
/indeks sobat

/link
/isisitus

SENTUHAN SEORANG MUSAFIR

Musafir itu akhirnya memutuskan
Melanjutkan perjalanannya lagi
Dengan sisa-sisa tenaganya
Kembali mencari makna hidupnya
Mencari makna diri
Pada setiap tempat yang disinggahinya
Telah banyak luka yang menggores
Pada dirinya
Sisakan kenangan dalam perjalanannya
Tak jera
Jatuh terjerembab
Diam
Bertanya-tanya
Mencari jawaban
Dan berusaha bangkit kembali
Tak banyak bicara
Ia percaya pada jiwanya
Jiwa yang sempat hilang

Dalam perjalanannya
Dijumpai sebatang pohon
Besar dan rindang
Melepas lelah di bawahnya
Teringat masa lalunya
Yang telah membentuknya
Ia hari ini
karena masa lalunya

Musafir itu menarik nafas dalam
Matanya tertuju pada
Salah satu buah yang menggantung
Di seberang pohon ia bersandar
Menarik perhatiannya
Berdiri menghampirinya
Warnanya merah kehijauan
Indah
Tergoda
Ingin memetiknya
Diurungkan niatnya
Hanya diusap dengan halus
Dan hati-hati
Agar tidak patah
Aku tidak akan memetikmu
Aku akan menjagamu
Karena belum waktunya

Musafir itu pergi ke tepi sungai
Mengambil segenggam air
Untuk disiramkan pada
Akar pohon buah itu
Aku harus pergi
Melanjutkan perjalananku
Aku berharap
Kelak kau matang
Ada musafir-musafir lain
Menikmatimu
Pada waktunya
Pelepas dahaganya
Menyatu dalam tubuhnya
Dalam kematangan rasa dan warnamu
Musafir itu bangkit
Dan memberi sentuhan terakhir
Pada buah itu
Berharap tetap kuat
Dalam terpaan angin dan hujan lebat
Tak ingin jatuh dan hilang
Tanpa makna

Palapa, musim hujan, 20 November 2000
Finished: 23.45 waktu palapa

 

Kreasi ini dilindungi oleh kesetiaan dan ketekunan, 
jadi mohon hargailah dengan layak dan sepantasnya.
Permohonan atas salinan puisi bisa disalurkan lewat email.
Amang's World @ 2003