dunia kecil di belantara maya
ada di sudut kelokan jalan
dekat dapur peradaban

/depan
/indeks sobat

/link
/isisitus

THE PRAY OF SILENCE

Sepasang kekasih suatu sore
Sang lelaki, Parmin namanya, tertunduk lesu
Hangatnya hari itu rupanya tak mampu menembus hati
"Aku akan mencintaimu, Warti"
Ia mengucap kalimat sayup
Tertelan angin

Warti, sang perempuan , menggelegak menantang alam
Pun hangatnya hari itu tak mencairkan duka
"Apa cinta harus menunggu?"
Ia mengucap kalimat lantang
Menembus angin

Parmin semakin merunduk dalam, bagai kucing terlelap
Terasalah olehnya kibasan pisau aksara Warti merobek hatinya
Ia tak sanggup memberontak
Ia hanya sampah yang bermimpi daur ulang
Duhai, andai saja ia punya sebutir peluru
Akan ia ledakkan kepalanya
Agar otaknya berceceran di pangkuan cinta sederhananya ini
Tapi apakah kematian dapat menghapus segalanya?

Warti semakin memerah bara, bagai singa kelaparan
Keputusasaan Parmin melemparnya ke jurang hampa
Ia tak sanggup meredam murka
Ia bukan sampah yang menunggu daur ulang
Duhai, andai saja ia punya sebilah pisau,
Akan ia robek-robek suratan takdir
Agar segala omong kosongnya tidak menghalangi cinta tulusnya ini 
Tapi apakah kehancuran dapat menghapus segalanya?

"Cintaku, cinta yang penuh luka;
tubuhku terberai terhempas kesakitan
anganku tercecer di jalan kegelapan
langkahku terseret pada rantai kemalangan, 
cintaku penuh dosa,"
keluh Parmin

"Cintaku, cinta yang penuh warna;
tubuhku melebur dalam indahnya kesakitan
anganku bercahaya di jalan kegelapan
langkahku tegak pada rantai kemalangan,
cintaku penuh makna,"
teriak Warti

"Aku akan mencintaimu dalam surgaku, Warti"
"Aku tak ingin menunggu cinta dalam surgamu, Parmin"

"Aku tak mampu meraihmu"
"Aku akan berlari menghampirimu"

"Ini kelam duniaku, di sana kilau duniamu"
"Kilau tak kan ada tanpa kelam"

"Menjauhlah! Cintaku ada dalam sepi"
"Mendekatlah! Cintaku membutuhkan pendamping"

"Aku seorang pecundang!"
"Dan aku mencintai pecundang!"

Hening.

Parmin menelanjangi Warti dengan matanya
Tertunduk, kemudian beranjak tertatih-tatih
Menyeret sebelah kaki yang lumpuh
Terseok-seok menyusuri jalan kepedihan
Ia harus pergi, dengan cinta penuh lukanya

Warti tergugu, tubuhnya menggigil kelu
Tertunduk, kemudian beranjak sendu
Badai semakin kuat dalam dukanya
Perih, mengimbas tangis dalam sunyi
Ia sendiri, dengan cinta penuh warnanya

Cinta mereka terburai dalam derai,
Namun menyatu dalam angan 

(agustus '99)

 

Kreasi ini dilindungi oleh kesetiaan dan ketekunan, 
jadi mohon hargailah dengan layak dan sepantasnya.
Permohonan atas salinan puisi bisa disalurkan lewat email.
Amang's World @ 2003