O betapa malunya aku akan kebisuan dan kedekilan hati yang kupunya. Rasanya tak pantas kau jejakkan tapak kaki mungilmu. Atau kau sinari gelap sudut-sudutnya yang berdebu. Aku begitu malu, sekalipun terharu.

Tapi dalam hati terbersit, agar cahayamu sungguh merupa. Bukan cuma jadi untai kata bersajak yang biasa kutuliskan di lembaran kertas puisi atau jadi harap yang dilambungkan begitu tinggi ke tujuh langit tak tergapai.

Karena bagiku, kau penanam benih dan aku taman hati yang hampa. Kuharap kau siangi benihmu dan tetap di sini hingga tunas pertama tumbuh hingga tuaian tiba. Serbuk sarikan semua kuncup-kuncupku agar berbunga dan berbuah, lalu dirikan tempat peristirahatan di sini. Karena di tempat inilah, kutempatkan kau dalam diriku, tepat di taman hatiku.

Jakarta, 28 November 2004