/depan
/indeks esai
/link
/isisitus
|
|
|
|
TENTANG HUJAN
Adinda,
Pernahkah kukatakan kepadamu, Adinda, bahwa kujatuh cinta pada hujan? Terlebih pada rintik-rintik airnya yang jatuh tegak lurus ke arah bumi. Kukagumi kepastian setiap bulir air yang kurasa memiliki misi yang sama: membasahi bumi dan segenap isinya. Juga karena kutahu di suatu masa mereka akan bertemu di cekungan dataran yang rendah manakala hujan mulai mereda. Bunyi gemuruhnya terdengar seperti orkestrasi orgel fuga. Petirnya seperti kerlingan kemilau senyum bidadari surga. Derai rintiknya seperti tirai benang-benang sutra. Begitu indah, o begitu menakjubkan.
Kadang-kadang kudapati hatiku dibuai lamunan menjadi salah satu dari ratusan ribu bulir air itu yang berebut lari menuju bumi. Aku akan melompat pertama kali dan berharap jatuh memercik karena kutahu betapa bumi merindukan diriku. Oh, betapa kuat rindu bumi pada diriku hingga kudapat mencium harumnya setiap kali bulirku ini menyentuhnya. Dapatkah kau cium harum itu, Adinda? Bau yang mengingatkanku kepada dirimu.
Kuceritakan juga tentang pesona hujan yang begitu membuaiku. Karena masih kuingat dengan jelas di masa kecilku, saat aku berlari-lari penuh ria diterpa rintiknya. Menarikan kesukaan hati sembari melantunkan lagu gembira. Biar kuyup tubuhku tapi tak mengapa, karena hujan selalu begitu bermakna, karena hujan selalu memberi aku cinta.
Kukatakan kepadamu semua ini, wahai Adinda, sebagaimana adanya. Karena itulah yang terpatri setiap kali kuingat dirimu. Jika semua ini terasa berlebihan, katakan saja. Namun kuyakinkan hatimu sekali lagi, mengingat semua memori yang terjadi antara kau dan aku, aku seperti bergembira di keriaan terpaan rintik hujan. Seolah-olah kubayangkan hujan itu adalah kasihmu yang selalu membasahi hatiku. Begitu menyejukkan, menenteramkan hari-hariku yang bergerak liar.
Marilah kita lukiskan ini bersama, ya Adinda, yaitu kau dan aku laksana dua bulir air. Di suatu masa, kita akan jatuh ke bumi, mengalir di sepanjang musim, mengelana di sepanjang petakan kebun, lalu bertemu di suatu lembah untuk sebuah penyatuan. Kudapati hatiku merasa riang mendapati hadirmu, dan pada saat itu terjadi kau dan aku akan berhenti mengembara. Di antara kita tak lagi mengenal tapal batas, semata hanya sebuah kerinduan yang menggulma. Dan hidup perjalanan itu akan kita lalui berdua, menundukkan segala cobaan yang menanti di hadapan, untuk bertemu lagi dengan pasangan bulir air lain dan meruah memenuhi samudera raya. Akankah kau mempercayai ini semua?
Adinda, semoga saja kau sependapat, bahwa kehendak hujan selalu menyeimbangkan alam semesta. Menyiramkan dengan penuh kasih, tanah-tanah yang menganga karena dahaga. Menumbuhkan benih-benih flora di padang-padang terbuka. Memberi air kepada semua satwa agar hidup dan beranak-pinak dalam suka. Hendaknya kasihku kepadamu demikian adanya, tak pernah berarti berbeda.
Peluk ciumku
dariku yang selalu merindumu
Jakarta, 20 April 2001
|