dunia
kecil di belantara maya ada di sudut kelokan jalan dekat dapur peradaban |
(ABOUT) WAR AND TERRORISM
UCAPAN duka yang mendalam atas kematian sejumlah korban, baik atas perang maupun karena korban teror yang kejam sebaiknya dipanjatkan dalam diam dan dalam kesunyian hati. Sepintas aku ingat beberapa lirik lagu tentang perang dan korban teror yang kejam. Yang pertama berkisah tentang serdadu AS bernama John Brown. Ke Vietnam ia ditugaskan dan betapa ibunya bangga akan seragam ketentaraannya. Oh! Good Old-Fashioned War! Lalu satu hari selembar surat datang: John Brown pulang dalam peti mati.
- On his face was all shot up and his hand was all blown off
Masya Allah! Bahkan ibunya tak lagi kenali itu jasadnya. Bob Dylan, sang penulis lirik 'John Brown' (1963), telah mengisahkannya untuk kita. Kuyakin dengan sungguh-sungguh bahwa lagu tentang perang sangatlah banyak dan penuh kisahan yang tak kalah ngeri.
Bukankah itu pertanda betapa perang melulu hanyalah melahirkan rasa sesal dan menuai kekecewaan? Bukankah berulangkali diungkapkan betapa perang tidaklah bisa terus dianggap sebagai suatu pembenaran meski diimbuhi dengan harapan: 'With God on Our Side' (Tuhan beserta kita) dan 'Allahuakbar' (Tuhan mahabesar)? Aku cemas dan terus bertambah cemas serta lidahku terasa kelu tidak mampu berucap sepatahkatapun jikalah harapan ini mengisi benak kita dan kita mulai berpikir Tuhan pun mulai berpihak di dalam perang. Aku yakin dan sungguh-sungguh mengimani kalau Tuhan berada di sisi kemanusiaan kita, Ia akan hentikan perang ini dan perang-perang selanjutnya. Bukankah semua kita mengamini pendapatku ini?
Tetapi hari ini, di hadapan kita ada beragam macam pendapat orang tentang perang dan terorisme, meski keduanya betul-betul dan tak terbantahkan sama-sama kejam. Dan meski keduanya betul-betul dan tak terbantahkan sama-sama biadad tapi toh kita bicarakan dan komentari seperti kita menonton Liga Itali sambil makan pisang goreng dan minum kopi. Betapa jarak yang kini tengah diperpendek dengan pendekatan teknologi tetap tak mampu mengetuk hati nurani kemanusiaan kita dan pada kita tetaplah berpikir apa yang terjadi di televisi tak lebih dari sekedar citraan sehari-hari. Tak bisakah kita ucapkan duka yang mendalam atas kematian untuk setiap jatuhnya korban dengan kadar kesedihan yang sama. Astaga! Mereka mati bukan karena salah mereka sendiri. Mereka mati, begitulah juga kita yang ditinggali segeralah bisa menyusul nanti karena
- now we got weapons
Jakarta, 3 April 2003
(1). Bob Dylan, 'John Brown', 1963 Warner Bros
|
Kreasi ini dilindungi oleh
kesetiaan dan ketekunan, jadi mohon hargailah dengan layak dan sepantasnya. Permohonan atas salinan puisi bisa disalurkan lewat email. Amang's World @ 2003 |