/depan
/indeks esai
/link
/isisitus
|
|
|
|
TENTANG KEMANUSIAAN
Dalam sebuah pembicaraan mengenai terjadinya perang dan kemanusiaan kita yang hilang, kusadari bahwa kemanusiaan kita masih terlalu muda. Bukankah memang belum terlalu lama kita menjadi manusia. Bahwa penciptaan bumi sudah terjadi 52 juta tahun yang lampau, namun kita --manusia berpikir ini-- barulah menjadi ada setelah zaman berganti saat binatang-binatang raksasa tak lagi merajai wilayah daratan di bumi.
Kukatakan hal ini sekali lagi kepadamu bahwa semua kita belumlah lama menjadi manusia. Seolah baru sejenak lalu kita tinggalkan kebinatangan kita yang penuh nafsu, dendam kesumat dan berpikir dangkal. Barulah sebentar kita memaknai pemikiran kita akan kehidupan yang fana ini. Baru kemarin sore kita sadar bahwa bumi yang kita pijak ini sebenarnya hanya bagian kecil dari semesta maharuang dan butuh waktu teramat lama sebelum akhirnya kita bisa mendalami setiap partikel di luar atmosfer yang kita diami ini.
Kita belumlah setua kearifan alam raya. Semua kita berangkat dari asumsi-asumsi yang keliru untuk menafsirkan sesuatu. Semua kita merasa mengenal sesuatu, padahal sesuatu yang kita kenali itu sebenarnya belumlah menjadi sempurna. Penafsiran kita akan sesuatu amatlah terbatas oleh penilaian yang buru-buru. Bukankah dulu pernah kita pikir bumi itu datar? Bukankah dulu pernah kita pikir matahari mengelilingi bumi dan bukan sebaliknya? Darimanakah kearifan kita itu datang kalau bukan karena beranjaknya usia kemanusiaan kita dan keinginan kita untuk menjadi lebih paham?
Kita belumlah mengerti misteri harmoni semesta. Kita masih sibuk memberi makna akan sesuatu berdasarkan asumsi-asumsi yang keliru. Terutama mengenai diri kita sendiri, mengenai hubungan dengan manusia lain, kita semua masihlah asing satu sama lain. Terjadinya perang dan kemanusiaan kita yang hilang mana bisa kita salahkan begitu saja pada kehendak binatang yang masih melekat pada raga dan pikiran kita. Terjadinya perang dan kemanusiaan kita yang hilang mana bisa kita salahkan begitu saja pada reaksi kesakitan akibat luka lahir dan batin. Terjadinya perang dan kemanusiaan kita yang hilang mana bisa kita salahkan begitu saja pada kebutuhan akan kuasa dan uang. Tidak, tidak, dan sekali lagi tidak.
Sesungguhnya, kemanusiaan kita belumlah dewasa. Namun tak berarti kita selalu harus membiarkan kemanusiaan kita hilang karena perang. Sesungguhnya, kemanusiaan kita belumlah paripurna. Namun tak berarti kita selalu harus menunggu-nunggu waktu untuk terus melakukan kekeliruan itu.
Bahwa perihal kemanusiaan kita yang seharusnya mencapai kedewasaan dan paripurna itu baiklah kita anggap sebagai cita-cita, itu aku setuju. Namun bukan berarti mengenai hal terjadinya perang dan kemanusiaan kita yang hilang kau anggap sebagai ongkos proses peradaban dan bagian yang tak terpisahkan, aku menentangnya.
Bahwa sekali lagi benar kemanusiaan kita terlalu muda dan jauh dari paripurna, namun sebaiknya semua kita terus bergegas untuk memperbaharuinya. Adapun perang --sekali lagi kutegaskan-- merupakan pembenaran atas asumsi-asumsi yang keliru mengenai hubungan dengan manusia lain. Adapun perang --ini yang benar-benar kupahami-- merupakan tabiat kebiasaan yang sungguh malang diwariskan pada peradaban.
Oleh karena itu, perang jangan sekali-sekali dikenang sebagai sebuah kemenangan dan kejayaan peradaban. Karena apabila hal itu terjadinya, sesungguhnya semua kemanusiaan kita ini menjadi korban dan berbau busuk seperti kotoran.
Jakarta, 28 Maret 2003
|