/depan
/indeks fragmen
/link
/isisitus
|
|
|
|
MONOLOG SI PENGECUT
(Seorang pengecut masuk ke dalam panggung. Tubuhnya
gemetaran. Ia selalu berusaha menghindari tempat terang dan ramai. Dalam gelap yang
terdiam, ia berkata lirih.)
PENGECUT
"Seharusnya kupadamkan mentari
karna teriknya butakan aku
Seharusnya kumuramkan rembulan
karena cahyanya dukakan aku
Tapi aku takut
tak 'kan kulihat lagi bayangmu"
(Pengecut itu lalu pergi ke arah pohon di ujung panggung.)
PENGECUT
"Seharusnya kubunuh burung burung
karna kicaunya tulikan aku
Seharusnya kububarkan arak awan
karna semaraknya gusarkan aku
Tapi aku takut
tak 'kan kudengar lagi sapamu"
(Pengecut menyibak-nyibakkan kakinya ke dalam air kolam.)
PENGECUT
"Seharusnya kucairkan es di kutub sana
karna dinginnya matirasakan jemariku
Seharusnya kuusir juga binatang lautnya
karna mesranya merah padamkan iriku
Tapi aku takut
tak 'kan bisa kujamah lagi tubuhmu"
(Pengecut lalu berdiri, memandang langit sambil tangannya mengharap turunnya
hujan.)
PENGECUT
"Seharusnya kubiarkan hujan menerpaku
karna derai airnya 'kan kelukan aku
Seharusnya kurobek-robek gaun si pelangi
karna indahnya harukan hatiku
Tapi aku takut
tak 'kan sanggup kulafalkan lagi namamu"
(Pengecut jatuh terduduk.)
PENGECUT
"Seharusnya kukuras samudra raya
karna anggunnya bisukan aku
Seharusnya kuburu mati ikan-ikannya
karna genitnya gelisahkan aku
Tapi aku takut
tak 'kan sempat kunyatakan lagi kasihku"
(Pengecut terkelungkup. Tangannya menggedor-gedor lantai panggung.)
PENGECUT
"Seharusnya kulakukan semua itu
karna tak lagi sanggup
kusimpan rapat rahasia hatiku
Tapi aku takut
tak 'kan mau lagi kau temui aku"
(Lampu panggung padam. Hanya tertinggal bunyi gedoran di lantai.)
Jakarta, 4 & 10 Desember 1997
|