/depan
/indeks sobat
/link
/isisitus
|
 |
 |
 |
GOSOK GIGI
Tadi pagi aku gosok gigi hampir setengah
jam. Pagi itu tiba-tiba kegiatan rutin menggosok gigi punya makna filosofis.
Di saat menyikat gigi, kita hampir tidak mendengar apa-apa selain bunyi sikat.
Nyaris tidak memikirkan apa-apa karena berkonsentrasi penuh walaupun cuma dua
atau tiga menit.
Dunia mendadak sempit...hanya gigi, busa dan odol. Tidak ada ruang untuk yang
lain. Hitungan menit, tapi berarti sangat banyak.
Orang yang tidak pernah hadir di saat-saat kita paling membutuhkan dukungan,
orang yang mungkin memikirkanmu hanya dalam seperseribu dari seluruh waktu yang
kau habiskan untuk melamun-kannya, orang yang tidak tahu bahwa aku bahkan harus
menyikat gigi hanya untuk bisa melepaskan dia barang tiga menit dari pikiranku?
Orang yang bahkan sudah punya kehidupannya sendiri?
Inilah kebutaan sejati, memilih menjadi tuna netra padahal mataku sehat. Kututup
mataku sendiri. Dan kesedihan kupelihara seperti mengobati luka dengan cuka
bukannya obat merah.
Cintanya adalah substansi ekstra-terestrial bagiku. Kami tak mampu lagi
berkomunikasi.
Lebih setahun tak ada lagi yang menerjemahkan keindahan alam. Tidak ada lagi
yang menunjukkan signifikasi di balik hal-hal remeh. Tidak ada lagi yang duduk
di sofa panjangku untuk melahap buku-buku filsafat. Hampir setiap saat aku
berusaha merasionalkan semua ini dan kesimpulanku selalu sama...aku harus
menemuinya lagi. Bukan satu hal yang sulit untuk menemukannya.
Yang sulit adalah mengungkapkan apa yang tak pernah aku sadari. Yang sulit
adalah tidak punya harapan apa-apa sesudah aku selesai menyampaikannya nanti.
Barangkali aku lebih baik kembali mengosok gigiku. Sebab di saat menyikat gigi,
aku hampir tidak mendengar apa-apa selain bunyi sikat. Nyaris tidak memikirkan
apa-apa karena berkonsentrasi penuh walaupun cuma dua atau tiga menit. Dunia
mendadak sempit...hanya gigi, busa dan odol. Tidak ada ruang untuk yang lain.
Hitungan menit, tapi berarti sangat banyak.
Pondok Gede, 22 Mei 2001
|