dunia kecil di belantara maya
ada di sudut kelokan jalan
dekat dapur peradaban

/depan
/indeks puisi

/link
/isisitus

AKU MALU

Kutangkupkan kedua belah telapak tanganku ke muka, karena aku malu. Baraku sudah berwarna biru dan rasanya kekanak-kanakan sekali karena aku menceritakannya kepadamu.

Ingin kusembunyikan wajahku dari tatapanmu, karena pasti merahlah mukaku seolah tertangkap telanjang bulat di hadapanmu.

Tubuhku yang hina ini tak sanggup mengekang segala keliaran yang akan segera berloncatan keluar bak air bah, mengalir deras menerjang segala yang merintang di jalan-jalan menuju daratan yang lebih rendah. Alirannya sungguh-sungguh tanpa henti serupa derai badai.

Sesungguhnya aku merasa sangat malu kepadamu, karena tak sanggup sudah kusembunyikan perasaanku yang tergoda selalu oleh pesonamu dan langitku yang berwarna biru sejati.

Janganlah kau tatap wajahku saat ini, karena malu sungguh aku. Sudah kusembunyikan wajahku rapat-rapat dari selidikmu, karena matamu menyingkap tajam lekat-lekat kepada diriku ini.

Aku bersembunyi dalam bayang-bayang hari ini. Sesungguhnya sebulan sudah aku berusaha, namun tak pernah berhasil kusembunyikan sendiri.

Aku selalu tergoda untuk mengatakannya, betapapun rasa malu itu menjalar dari ujung rambut hingga ke ujung kakiku. 

Aku terjangkit demam dan mulutku tak henti mendendangkan smaradahana. Aku mengigaukan kata-kata biru. Bangun dengan menyebut namamu di setiap pagiku. 

Sebenarnya aku malu menceritakan ini kepadamu, tapi tak lagi mungkin kusembunyikan ini semua padamu.

Aku malu, karena baraku berwarna biru sejati.

8 Juli 1997

Kreasi ini dilindungi oleh kesetiaan dan ketekunan, 
jadi mohon hargailah dengan layak dan sepantasnya.
Permohonan atas salinan puisi bisa disalurkan lewat email.
Amang's World - 2001-2003