/depan
/indeks puisi
/link
/isisitus
|
|
|
|
RATAPAN DI GURUN
Di gurun, pengembara itu meratap
Seribu tangis menyerbu untuk jalan tanpa ujung dan akhir
Tangisnya darah, lukanya merah
Dia bungkam untuk bicara
Tak tahu lagi untuk apa berjalan ke sana,
menuju kota bahagia yang entah ada di mana
Di gurun, pengembara itu berhenti,
karena lelah sudah berjalan dan bermimpi
Kakinya berat, hatinya karam
Dia bungkam untuk berpikir
Apakah ada dunia selain gurunnya?
Tiadakah akhir dari jalan tanpa ujung dan akhir?
Di gurun, burung-burung nasar melayang di angkasa
Menanti pengembara melepas jiwanya
Hingga bebas mereka mengoyak raga hampa itu
untuk hidup di kemudian hari
Di gurun, di bawah incaran burung-burung nasar
pengembara hendak melepas jiwanya
Dia berhenti untuk suatu perhentian
yang seharusnya terlaksana sejak dulu
30 Oktober 1997
|